Bolehkah PNS Menjadi Direksi/Komisaris PT?
1. Bolehkah pegawai negeri sipil (PNS) memiliki
saham pada suatu Perseroan Terbatas (PT)? 2. Bolehkah PNS menjadi
Direksi/Komisaris pada suatu PT?
Jawaban :
Bagi Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) selain berlaku UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang telah diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (“UU Pokok-Pokok Kepegawaian”), juga berlaku peraturan mengenai disiplin PNS (Pasal 29 UU Pokok-Pokok Kepegawaian). Peraturan disiplin bagi PNS ini diatur dalam PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri (“PP 53/2010”).
Sebelum diberlakukannya PP 53/2010, peraturan disiplin bagi pegawai negeri diatur dengan PP No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (“PP 30/1980”). Dalam kedua peraturan disiplin tersebut terdapat perbedaan sebagai berikut:
Larangan bagi PNS dalam PP 30/1980
|
Larangan bagi PNS dalam PP 53/2010
|
Pasal 3
(1) Setiap Pegawai Negeri Sipil dilarang:
a. melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat Negara, Pemerintah, atau Pegawai Negeri Sipil;
b. menyalahgunakan wewenangnya;
c. tanpa izin Pemerintah menjadi Pegawai atau bekerja untuk negara asing;
d. menyalahgunakan barang-barang, uang, atau surat-surat berharga milik Negara;
e. memiliki,
menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan
barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik Negara secara
tidak sah;
f. melakukan
kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang
lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk
keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung
atau tidak langsung merugikan Negara;
g. melakukan
tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap
bawahannya atau orang lain di dalam maupun diluar lingkungan
kerjanya;
h. menerima
hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga yang
diketahui atau patut dapat di duga bahwa pemberian itu bersangkutan
atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan;
i. memasuki
tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat Pegawai
Negeri Sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan;
j. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
k. melakukan
suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat
berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang
dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani;
l. menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
m. membocorkan
dan atau memanfaatkan rahasia Negara yang diketahui karena kedudukan
jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain;
n. bertindak
selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk
mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Pemerintah;
o. memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;
p. memiliki
saham suatu perusahaan yang kegiatannya tidak berada dalam ruang
lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian
rupa sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau
tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan;
q. melakukan
kegiatan usaha dagang baik secara resmi, maupun sambilan, menjadi
direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta bagi yang
berpangkat Pembina golongan ruang IV/a keatas atau yang memangku
jabatan eselon I.
r. melakukan
pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan
tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain.
(2) Pegawai
Negeri Sipil yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d ke
bawah yang akan melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf q, wajib mendapat izin tertulis dari pejabat yang berwenang.
|
Pasal 4
Setiap PNS dilarang:
1. menyalahgunakan wewenang;
2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain;
3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional;
4. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing;
5. memiliki,
menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan
barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat
berharga milik negara secara tidak sah;
6. melakukan
kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang
lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk
keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung
atau tidak langsung merugikan negara;
7. memberi
atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara
langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat
dalam jabatan;
8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;
9. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
10. melakukan
suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat
menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga
mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;
11. menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
12. memberikan
dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dengan cara:
a. ikut serta sebagai pelaksana kampanye;
b. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS;
c. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau
d. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;
13. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara:
a. membuat
keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah
satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
b. mengadakan
kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon
yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye
meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang
kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan
masyarakat;
14. memberikan
dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat
dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan
Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan; dan
15. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara:
a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
c. membuat
keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah
satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
d. mengadakan
kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon
yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye
meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang
kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan
masyarakat.
|
Dalam
PP 30/1980 jelas dilarang bagi PNS untuk memiliki saham suatu
perusahaan ataupun menjabat sebagai Direksi atau Dewan Komisaris. Namun,
terkait larangan menjadi Direksi atau Dewan Komisaris ini dapat
dikecualikan bagi PNS yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah yang mendapat izin tertulis dari pejabat yang berwenang. Hal ini berbeda dengan pengaturan dalam PP
53/2010 yang melarang PNS bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga
atau organisasi internasional tanpa izin Pemerintah. Dalam PP 53/2010
ini PNS juga dilarang bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing,
atau lembaga swadaya masyarakat asing.
Sejak
diberlakukannya PP 53/2010, PP 30/1980 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku lagi. Sehingga, yang berlaku adalah ketentuan Disiplin Pegawai
Negeri dalam PP 53/2010 yang di dalamnya tidak ada larangan secara tegas
bagi PNS yang ingin memiliki saham atau menjadi Direksi/Dewan Komisaris
suatu perusahaan.
Sementara itu, menurut Irma Devita Purnamasari dalam artikel Lagi, Ketentuan Apakah PNS Bisa Menjadi pengusaha? di irmadevita.com,
kemungkinannya PNS boleh saja bila ingin menjadi pengusaha, namun tetap
harus dengan seizin atasan. Hal ini karena dalam Sistem Administrasi
Badan Hukum/SABH (sebagai proses permohonan untuk pengesahan badan hukum
di Kementerian Hukum dan HAM RI)
untuk memasukkan nama pemegang saham atau direksi yang pegawai negeri
harus memakai surat izin dari atasannya. Kemudian, dalam artikel Apakah Polri dan TNI Boleh Menjadi Pengusaha? (lanjutan) Irma menulis antara lain bahwa di dalam pengajuan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) masih mensyaratkan suami/istri PNS/POLRI/TNI wajib
melampirkan surat keterangan dari atasan langsung. Persyaratan ini
berlaku untuk pengajuan pendirian PT, Koperasi, Perusahaan Persekutuan
maupun Perusahaan Perorangan. Begitu juga untuk perusahaan pemegang SIUP
yang akan membuka kantor cabang/kantor perwakilan dan perusahaan yang
dibebaskan dari kepemilikan SIUP.
Jadi, PNS boleh saja memiliki saham pada suatu PT maupun menjadi
Direksi/Dewan Komisaris sepanjang telah mendapatkan izin dari atasannya.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
0 comments:
Post a Comment