A. LATAR BELAKANG
Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penyusunan dokumen anggaran, dalam hal ini RKA SKPD, adalah pendekatan penganggaran berbasis kinerja. Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) merupakan suatu pendekatan dalam sistem penganggaran yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dan kinerja yang diharapkan, serta memperhatikan efisiensi dalam pencapaian kinerja tersebut. Dalam pendekatan ini pengalokasian anggaran berorientasi pada kinerja sehingga diharapkan akan menunjukkan keterkaitan langsung antara pendanaan dengan kinerja yang ingin dicapai. Untuk menunjukkan keterkaitan tersebut, pendekatan PBK mensyaratkan adanya indikator kinerja yang merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur kinerja. Khusus untuk lingkup Pemerintahan Daerah, diharapkan pengelolaan dan pengukuran kinerja di setiap satuan kerja menggunakan sistem manajemen kinerja yang dituangkan dalam sebuah Penetapan Kinerja antara Kepala Daerah dan Kepala SKPD.
Di samping itu, prinsip utama dalam penerapan PBK ini adalah adanya keterkaitan yang jelas antara kebijakan yang terdapat dalam dokumen perencanaan dan alokasi anggaran yang dikelola satuan kerja sesuai tugas pokok dan fungsinya. Dokumen perencanaan tersebut meliputi Rencana Strategis, Rencana Kerja dan Rencana Kegiatan dan Anggaran. Alokasi anggaran yang dikelola Satuan Kerja tercermin dalam RKA yang merupakan dokumen yang bersifat tahunan. Rencana Kerja SKPD sebagai dokumen perencanaan pembangunan tahunan di lingkup Satuan Kerja merupakan penjabaran dari Renstra SKPD yang merupakan rencana pembangunan jangka waktu lima tahunan.
Seluruh dokumen tersebut merupakan bagian dari sistem perencanaan pembangunan merupakan sebuah proses yang sistematis dan terpadu. Karena sistem perencanaan pembangunan merupakan sebuah proses yang sistematis dan terpadu, maka seluruh tahapan dan dokumen-dokumen yang dihasilkan harus menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara satu dengan yang lainnya. Keterkaitan tersebut meliputi keterkaitan visi dan misi, program, kegiatan, termasuk kinerja yang ingin dicapai dan indikator yang digunakan untuk mengukurnya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan antara dokumen-dokumen perencanaan yang digunakan oleh SKPD yang meliputi Renstra, Renja, RKA, dengan dokumen manajemen berbasis kinerja.Keterkaitan yang diharuskan terutama dalam hal indikator kinerja yang digunakan dalam setiap dokumen, baik dalam proses penetapannya, rumusan indikatornya, maupun dalam proses pelaporan atau evaluasinya.
B. ALUR SISTEM PERENCANAAN
Sistem Perencanaan merupakan kerangka perencanaan pembangunan meliputi:
- Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP);
- Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM); dan
- Rencana Pembangunan Tahunan.
RPJP adalah dokumen perencanaan untuk periode 20 tahun yang merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan daerah dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan. RPJM adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 tahun yang merupakan penjabaran visi, misi, dan program Kepala daerah yang memuat strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program dalam rencana kerja yang bersifat indikatif. Pada Satuan Kerja, RPJM ini selanjutnya disebut dengan Rencana Strategis SKPD atau lebih dikenal dengan Renstra-SKPD.
Rencana pembangunan 5 tahunan ini selanjutnya dijabarkan lagi dalam rencana pembangunan tahunan yang dituangkan dalam Rencana Kerja (Renja). Renja-SKPD merupakan dokumen perencanaan untuk periode 1 tahun. Renja-SKPD yang disusun dengan mengacu pada Renstra dan pagu indikatif selanjutnya menjadi pedoman penyusunan RKA-SKPD. RKA inilah yang menjadi muara dari dokumen perencanaan dan penganggaran. Selanjutnya RKA-SKPD ini akan menjadi dasar ditetapkannya dokumen pelaksanaan anggaran yaitu DPA.
C. PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA (PBK)
Dalam konsep pendekatan PBK, dituntut adanya keterkaitan yang erat antara anggaran dengan kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, setiap unit kerja pemerintah harus dapat menetapkan rumusan kinerja yang ingin dicapainya. Kinerja yang telah direncanakan tersebut harus bersifat terukur pencapaiannya. Untuk itu setiap unit juga harus menetapkan indikator kinerja tertentu untuk mengukur pencapaian kinerjanya. Yang jauh lebih penting, indikator kinerja merupakan alat ukur untuk menilai keberhasilan suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap unit organisasi. Jadi informasi kinerja ini mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam proses perencanaan dan penganggaran. Rumusan indikator kinerja beserta targetnya selanjutnya juga harus dinyatakan di dalam dokumen perencanaan termasuk Renja-SKPD dan RKA-SKPD.
Terdapat 3 (tiga) tahapan dalam penerapan PBK, yaitu:
- persiapan;
- pengalokasian anggaran; dan
- pengukuran dan evaluasi kinerja.
Salah satu proses penting pada tahap persiapan adalah penyediaan dokumen sumber. Langkah ini diperlukan dalam penyusunan informasi kinerja beserta rincian alokasi anggaran kegiatan yang mengarah pada pencapaian kinerja yang diharapkan. Dokumen sumber yang digunakan meliputi LAKIP yang menyajikan data capaian kinerja tahun sebelumnya. Informasi ini berguna sebagai bahan pertimbangan untuk merencanakan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun berikutnya, termasuk target kinerja dan capaiannya.
Pada tahap pengalokasian anggaran, setelah ditetapkannya prioritas pada setiap tingkatan unit kerja, langkah selanjutnya adalah penetapan target. Langkah ini berkaitan erat dengan perumusan indikator kinerja, baik pada tingkat program maupun pada tingkat kegiatan.
Langkah selanjutnya adalah melihat dan memperhitungkan ketersediaan anggaran untuk selanjutnya dituangkan dalam rincian pendanaan dan biaya.
Tahap terakhir dari penerapan PBK adalah pengukuran dan evaluasi kinerja. Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian kinerja yang telah dilaksanakan. Sedangkan evaluasi kinerja merupakan salah satu alat analisa untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektifitas pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Hasilnya akan digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam penyusunan rencana dan anggaran pada tahun yang akan datang. Pada tahap ini, indikator kinerja mempunyai peran yang sangat penting. Indikator kinerja yang meliputi IKU (di level Program) dan IKK (di level Kegiatan) beserta targetnya merupakan penerjemahan Tujuan dan Sasaran Strategis SKPD ke dalam bentuk yang lebih nyata dan terukur.
Tahap pengukuran dan evaluasi kinerja menyatakan bahwa pengukuran dan evaluasi yang dilakukan adalah terhadap kinerja penganggaran. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan kinerja penganggaran yang dimulai dari penyusunan perencanaan anggaran sampai dengan pelaksanaan anggaran. Sebagai langkah awalnya adalah diterapkannya sistem reward dan punishment atas pelaksanaan anggaran belanja. Dari penjelasan ini terkesan bahwa pengukuran dan evaluasi yang dilakukan adalah terbatas pada kinerja sistem perencanaan dan penganggaran yang ada dalam sebuah unit kerja, bukan kinerja pelaksanaan program dan kegiatan unit kerja dalam mencapai tujuan dan sasarannya.
D. HARAPAN
Dengan berbagai masalah dan kemungkinannya, dikemukakan beberapa harapan yang dapat menjadi bahan perbaikan sebagai berikut:
- Adanya pengintegrasian antara sistem perencanaan dan penganggaran dengan sistem manajemen kinerja serta koordinasi antara pihak-pihak yang terlibat
Sebagaimana telah disebutkan bahwa salah satu ciri khas dan manfaat pendekatan penganggaran berbasis kinerja adalah adanya keterkaitan secara langsung antara pendanaan dengan kinerja yang akan dicapai. Karena pendekatan penganggaran berbasis kinerja saat ini sudah mulai diterapkan secara penuh, maka seharusnya sistem perencanaan dan penganggaran terintegrasi dengan sistem manajemen kinerja. Adanya pengintegrasian antara kedua sistem ini diharapkan dapat mendukung keterkaitan antara pendanaan dengan kinerja. Pengintegrasian ini juga akan membantu dalam proses pelaporan dan evaluasinya.
2. Adanya mekanisme revisi indikator kinerja (IKU) dalam Renja-SKPD dan RKA-SKPD
Adanya perbedaan rumusan dan target IKU dalam Renja-SKPD dan RKA-SKPD dengan Penetapan Kinerja menyebabkan kurangnya keterkaitan langsung antara pendanaan dengan kinerja. Selama ini tidak ada mekanisme revisi IKU dalam Renja-SKPD maupun RKA-SKPD setelah tahun anggaran berjalan. Tetapi ketentuan mengenai revisi IKU juga belum diatur dalam peraturan terkait. Tidak ada ketentuan yang mengatur secara tegas apakah boleh dilakukan revisi IKU dalam Renja-SKPD dan RKA-SKPD pada tahun berjalan untuk menyesuaikan dengan IKU dalam Penetapan Kinerja. Untuk lebih menunjukkan adanya keterkaitan langsung antara pendanaan dengan kinerja yang akan dicapai, maka dinilai perlu adanya mekanisme revisi IKU dalam Renja-SKPD dan RKA-SKPD.
3. Perubahan batas waktu penyusunan dokumen manajemen kinerja
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa dokumen manajemen kinerja berupa Penetapan Kinerja disusun paling lambat bulan Januari tahun berjalan. Sedangkan dokumen perencanaan dan penganggaran (Renja-SKPD dan RKA-SKPD) disusun sebelum tahun berjalan. Perbedaan batas waktu penyusunan ini menyebabkan penetapan IKU dalam Renja-SKPD dan RKA-SKPD mengacu pada dokumen Kontrak Penetapan tahun sebelumnya. Padahal selama ini rumusan target IKU setiap tahun mengalami perubahan, baik penambahan, pengurangan, maupun perubahan lainnya. Perubahan-perubahan ini selain untuk menyesuaikan dengan kondisi aktual juga lebih disebabkan karena unit kerja belum dapat merumuskan IKU yang benar-benar dapat menjadi tolok ukur pencapaian tujuan dan sasaran organisasi.
Oleh karena itu, waktu penyusunan dokumen-dokumen ini perlu disesuaikan, dalam hal ini penyusunan Penetapan Kinerja dilaksanakan sebelum tahun berjalan. Dengan penyesuaian ini diharapkan penetapan IKU dalam Renja-SKPD dan RKA-SKPD tidak mengalami kesulitan serta tidak ada lagi perbedaan IKU.
Semoga bermanfaat.
Sumber : https://taringot.wordpress.com
0 comments:
Post a Comment