Translate

ADVERTISE



A. PENDAHULUAN

Pada tahun 2014 ini telah dilaksanakan Audit Kinerja/Operasional dan Audit Kinerja dalam Pengelolaan Barang Milik Negara(BMN). Kedua kegiatan Audit ini masih “belum jelas” perbedaannya. Ada beberapa pendapat tentang hal ini. Penulis akan mencoba mengungkapkan pendapat pribadi agar dapat diberikan batasan antara audit kinerja/operasional dan audit pengelolaan BMN. Selain kedua kegiatan tersebut, masih ada beberapa jenis audit tematik lainnya dalam bagian audit kinerja yang bisa dilaksanakan agar tercapat tujuan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di lingkungan KESDM.


Barang Milik Negara (BMN) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah, yakni perolehan dari hibah, pelaksanaan perjanjian/kontrak, ketentuan peraturan perundang-undangan, serta keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Pengelolaan BMN merupakan amanat dari bab VII Undang-Undang No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Aturan pelaksanaan dari bab VII undang-undang tersebut adalah Peraturan Pemerintah No 6 tahun 2006 sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No 38 tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Hirarki lebih lanjut, peraturan perundang-undangan yang mengaturnya adalah Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara.


Barang Milik Negara (BMN) masih menunjukkan ketidakpastian yang sangat tinggi baik terkait dengan kepemilikan, penilaian, dan pengadaministrasian. Perangkat aturan untuk mengatur pengelolaan BMN telah diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam rangka menuju akuntabilitas dibidang pengelolaan BMN namun ketidakmengertian berbagai pihak atas aturan yang telah ada masih menimbulkan salah urus, pengelolaan yang tidak tertib, korupsi dan penyalahgunaan. Dibutuhkan pemahaman konsep secara seragam anatara berbagai pihak sehingga BMN dapat ditingkatkan pengelolaannya.


Pengelolaan BMN/D sering dijadikan lahan untuk korupsi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang melihat peluang bahwa BMN/D tidak diurus dengan baik oleh Negara serta ketidak mengertian masyarakat terkait dengan adanya ketentuan terkait dengan BMN. Laporan Hasil Pemeriksaan Pemerintah Pusat tahun 2011 oleh BPK (waspada.co.id, 29 Mei 2012) menyebutkan enam temuan terkait dengan BMN yaitu :

· Pertama, aset tetap pada sepuluh kementerian dan lembaga senilai Rp 4,13 triliun belum tercatat.

· Kedua, aset tanah jalan nasional pada Kementerian Pekerjaan Umum senilai Rp109,6 triliun tidak dapat diyakini kewajarannya.

· Ketiga, aset tetap hasil penilaian kembali pada tiga kementerian lembaga senilai Rp3,88 triliun tercatat ganda

· Keempat, pencatatan hasil penilaian kembali pada 40 kementerian-lembaga masih selisih senilai Rp1,54 triliun dengan nilai koreksi hasil penilaian kembali pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.

· Kelima, aset tetap pada 14 kementerian-lembaga senilai Rp6,89 triliun tidak diketahui keberadaannya.

· Keenam, penilaian kembali belum mencakup penilaian masa manfaat aset tetap sehingga pemerintah belum mendapatkan penyusutan aset tetap.”


Dalam pemberitaanya Tempo (Tempo.com, 10 April 2013) menyebutkan: “Sengketa lahan KPK di Jalan Gembira terjadi sejak tahun 2010. Tanah tersebut awalnya milik pengembang, lalu diambil alih Kementerian Keuangan sejak krisis moneter. Karena tak terpakai, sekitar 5 kepala keluarga menempati lahan itu sejak 1997. Hingga pada 2010, ketika penghuni berkembang menjadi 81 kepala keluarga, mereka kaget saat menerima surat permintaan pengosongan lahan. Mereka mengaku belum siap digusur”. Melalui Pemberitaan media masa dan Hasil Pemeriksaan BPK menunjukkan bahwa pengelolaan BMN masih belum sepenuhnya tertib.

Melalui fakta diatas dapat disimpulkan bahwa urgensi audit Pengelolaan BMN sangat penting dan seyogianya dilaksanakan secara regular bersamaan dengan Pelaksanaan Audit Kinerja.


B. PELAKSANAAN AUDIT PENGELOLAAN BMN
1. Audit Pengelolaan BMN dan Perbedaannya dengan Audit Kinerja/Operasional

Audit Pengelolaan BMN memiliki 3 kata kunci(keywords), yaitu Audit, Pengelolaan dan Barang Milik Negara (BMN).
· Audit di dalam Permen ESDM No 1 tahun 2010 adalah adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif, profesional, berdasarkan standar audit untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi dan keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Kegiatan audit terdiri atas audit kinerja dan audit dengan tujuan tertentu.

a. Audit kinerja
Audit kinerja merupakan audit atas pengelolaan keuangan negara dan pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah yang terdiri dari aspek kehematan, efisiensi dan efektivitas

1) Audit kinerja atas pengelolaan keuangan negara terdiri atas :
a) audit atas penyusunan dan pelaksanaan anggaran;
b) audit atas penerimaan, penyaluran dan penggunaan dana;
c) audit atas pengelolaan aset dan kewajiban.

2) Audit kinerja atas pelaksanaan tugas dan fungsi antara lain audit atas kegiatan pencapaian tujuan dan sasaran.

b. Audit dengan tujuan tertentu terdiri atas :
1) Audit investigatif
Audit yang khusus ditujukan untuk mengungkap kasus atau penyimpangan yang berindikasi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), didasarkan atas pengembangan hasil audit yang menunjukkan adanya indikasi KKN, berita media massa dan laporan pengaduan masyarakat.

2) Audit atas penyelenggaraan SPlP
Audit untuk menilai keandalan struktur pengendalian intern dalam rangka tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

3) Audit atas hal-hal lain yang mencakup pengelolaan bidang tugas umum pemerintahan, pembangunan, sumber daya manusia, keuangan dan aset Negara.
· Pengelolaan (sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah proses, cara, perbuatan mengelola; proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain; proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi; proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan;
· Barang Milik Negara didalam Peraturan Pemerintah No 6 tahun 2006 adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.


Pengelolaan BMN sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah No 6 tahun 2006 jo Peraturan Pemerintah No 38 tahun 2008 tentang Pengelolaan BMN adalah:
a. perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
b. pengadaan;
c. penggunaan;
d. pemanfaatan;
e. pengamanan dan pemeliharaan;
f. penilaian;
g. penghapusan;
h. pemindahtanganan;
i. penatausahaan;
j. pembinaan, pengawasan dan pengendalian

Asas Pengelolaan BMN sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah No 6 tahun 2006 jo Peraturan Pemerintah No 38 tahun 2008 tentang Pengelolaan BMN adalah Pengelolaan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.

Dalam rangka menjamin terlaksananya tertib administrasi dan tertib pengelolaan barang milik negara/daerah diperlukan adanya kesamaan persepsi dan langkah secara integral dan menyeluruh dari unsur-unsur yang terkait dalam pengelolaan barang milik negara/daerah. Pengelolaan barang milik negara/daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan dengan memperhatikan asas-asas sebagai berikut:

a. Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah di bidang pengelolaan barang milik negara/daerah yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan gubernur/bupati/walikota sesuai fungsi, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing;
b. Asas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan;
c. Asas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik negara/daerah harus transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar.
d. Asas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah diarahkan agar barang milik negara/daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal;
e. Asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik negara/daerah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat;
f. Asas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah serta penyusunan Neraca Pemerintah.


Audit Pengelolaan BMN yang telah dilaksanakan lebih menitikberatkan pada penggunaan, pemanfaatan,pengamanan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian BMN. Adapun Perencanaan dan Penganggaran, Pemeliharaan Pengadaan Barang tidak diperiksa dalam Audit Pengelolaan BMN. Bahkan terdapat pendapat yang menyatakan bahwa tidak aka nada temuan finansial dalam audit pengelolaan BMN. Meskipun telah dilaksanakan cek fisik keberadaan barang, kondisi barang, serta memeriksa legalitas barang, kegunaan barang, dan administrasi barang keluar masuk/pinjam pakai, tetapi tidak memeriksa proses pengadaan barang. Beberapa pendapat membedakan bahwa audit pengelolaan BMN memeriksa bagian hilir barang (Setelah diperoleh) dan kelak pada saat audit kinerja memeriksa bagian hulu barang (proses perencanaan dan pengadaan barang).

Usulan dari Penulis, agar alangkah lebih baik Audit Pengelolaan BMN dilaksanakan sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Hal ini berarti audit pengelolaan BMN dilaksanakan untuk semua kegiatan mulai dari perencanaan kebutuhan dan penganggaran barang sampai dengan pembinaan, pengawasan dan pengendalian barang. Sehingga Audit Kinerja tidak perlu lagi memeriksa pengadaan barang dan jasa tetapi lebih fokus pada tugas dan fungsi audit serta pencapaian sasaran kinerja auditi.

Sesuai dengan Pasal 2 ayat (3) PP 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah diketahui bahwa “SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. 
 
Tujuan Audit Pengelolaan BMN ini difokuskan untuk pengamanan aset Negara.


Paket Undang-Undang Keuangan Negara yang disyahkan pada tahun 2003 sampai dengan 2004 yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara telah mengatur Pejabat yang mempunyai kewenangan terkait Barang Milik Negara. Kedua Undang Undang tersebut dituangkan dalam aturan lebih rinci yaitu Peraturan Pemerinatah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan PP Nomor 6 Tahun 2006. Presiden selaku 
Pemegang Kekuasaan Umum Negara menguasakan Pengelolaan BMN kepada :
1) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara ditetapkan menjadi Pengelola BMN; dan
2) Menteri Teknis/Kepala Lembaga ditetapkan menjadi Pengguna BMN


Selanjutnya, penulis akan mengusulkan bagaimana pelaksanan teknis lapangannya mengenai Audit Pengelolaan BMN di lingkungan KESDM, yaitu:

1. Audit Pengelolaan BMN dilaksanakan pada tiap Eselon II
Didalam bahasa Anggaran, Eselon II biasanya diangkat sebagai Penanggung Jawab Kinerja. Didalam Bahasa BMN, Eselon II biasanya diangkat sebagai Kuasa Pengguna Barang. Audit Kinerja/Operasional yang biasa dilaksanakan untuk 1 tim audit pada 1 Auditi Eselon II. Jadi, Audit Pengelolaan BMN juga dilaksanakan untuk 1 tim audit Auditi pada 1 Eselon II.

Penulis mengusulkan agar Audit Kinerja/Operasional dilaksanakan dengan batas tugas dan fungsinya saja, tanpa membahas BMN. Jadi, auditor bisa fokus pada pelaksanaan tugas dan fungsinya (Pencapaian kinerjanya, Perjalanan Dinasnya, honorarium tim, Output lain selain 995,996,997 dan 998).1 tim audit Pengelolaan BMN terdiri dari Pengendali Teknis, 1 Ketua Tim dan beberapa Anggota tim disesuaikan dengan besarnya resiko Auditi. Resiko auditi secara garis besar dapat dilihat dari besarnya nilai Output 995,996,997 dan 998 pada Eselon II tersebut dan atau besarnya asset yang dimiliki satuan kerja tersebut.

2. Masa Audit Pengelolaan BMN
Menurut Penulis, Audit Pengelolaan BMN termasuk Audit Kinerja/Operasional. Hal ini bisa berarti Audit Tematik. Masa Audit Pengelolaan BMN dapat disamakan dengan masa Audit Kinerja/Operasional. Audit yang berbasis resiko yang diinginkan, maka auditor harus memandu dan mengajak auditi untuk menghitung Resiko auditi sehingga dapat diketahui resiko auditnya. Jadi, Tim Auditor dapat 2 kali melakukan Audit Kinerja pada Eselon II, yaitu Audit Kinerja/Operasional dan Audit Pengelolaan BMN.

Audit Pengelolaan BMN ini otomatis meniadakan Evaluasi Manfaat yang telah direncanakan. Karena pokok bahasan evaluasi manfaat adalah mengetahui outcome (kegunaan dan manfaat) BMN yang diadakan, yang merupakan salah satu pokok bahasan dalam Audit Pengelolaan BMN.

Audit Pengelolaan BMN seyogianya dilakukan dalam 1 masa tahun anggaran. Demikian juga untuk Audit Kinerja/Operasional yang seyogianya meng-audit kinerja Eselon II untuk 1 masa tahun Anggaran. Sehingga fokus tim auditor dapat dibagi antara Kinerja dan BMN Auditi.

Secara garis besar, perbedaan Audit Kinerja/Operasional dan Audit Pengelolaan BMN adalah: (dicontohkan dalam auditi Pusdiklat Geologi)

No
HAL
Audit Kinerja/Operasional
Audit Pengelolaan BMN
1 Output dalam RKAKL yang di Audit 001, 002, 003, 004, 005, 006, 007, 008, 009,dst kecuali 995,996,997 dan 998 Hanya 995, 996,997,998

2 Auditi yang dihubungi
· Kepala Bagian Tata Usaha
· Kepala Bidang Program dan Kerja sama
· Kepala Bidang Standar dan Sarana Prasarana
· Kepala Bidang Penyelenggaraan dan Evaluasi Diklat
· Kepala Bagian Tata Usaha
· Pengurus/Penyimpan BMN
· PPK
· PPHP
· ULP
· Panitia Pengadaan Barang/Jasa
· Pejabat Pengadaan

3 Software yang dipergunakan
SAKPA
SIMAK BMN

4 Peraturan Perundang-undangan yang dipergunakan
· PP 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS
· Permen ESDM 18 tahun 2010 jo Permen ESDM 22 tahun 2013 tentang Ortalak KESDM
· PMK 113 tahun 2012 dan Perdirjen PB 22 tahun 2013 tentang Perjalanan Dinas
· PMK 37 Tahun 2012 jo PMK 31 tahun 2013 ttg SBM TA 2013
· PMK 72 tahun 2013 jo PMK 52 tahun 2014 tentang SBM Tahun 2014
· Dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku
· PP 6 tahun 2006 jo PP 38 tahun 2008 tentang Pengelolaan BMN
· Perpres 54 tahun 2010 jo Perpres 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
· PMK 120 tahun 2007 tentang penatausahaan BMN
· PMK 96 tahun 2007 tentang tata cara pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, penghapusan, dan pemindahtanganan barang milik Negara
· PMK 29 tahun 2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi BMN
· Dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku

5 Contoh kelemahan yang ditemukan
· Laporan Tim, Laporan Tugas Belajar, Laporan Perjalanan Dinas Luar Negari, Laporan Paket Fullboard belum ada
· Terdapat pegawai yang alpha tanpa alasan sah selama beberapa hari
· Kelebihan/keterlanjuran pembayaran dalam paket fullboard/biaya perjalanan dinas lainnya
· Dan kelemahan lainnya
· Invoice Belum ada
· Nilai “Peralatan dan Mesin” dimasukkan dalam “Gedung dan Bangunan”
· Terdapat Pengadaan Peralatan Lab yang belum diuji coba
· Kelebihan/keterlanjuran pembayaran atas tidak terlaksananya beberapa item dalam suatu Surat Perjanjian/Kontrak/SPK
· Dan kelemahan lainnya

Dengan kata lain, penulis berpendapat “Daripada tim auditor dipecah menjadi 2 tim untuk 1 eselon II demi menghasilkan 2 output Laporan hasil Audit, alangkah lebih baik Auditnya dipecah menjadi 2 Kegiatan Audit, yaitu Audit Kinerja/operasional untuk audit tugas dan fungsi auditi dan Audit Pengelolaan BMN untuk audit khusus BMN Auditi.


3. Program Kerja Audit Pengelolaan BMN

4. Pemahaman tentang SIMAK BMN


Adapun Defenisi dan contoh temuan dalam audit pengelolaan BMN adalah:
1. Kelemahan dalam Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran.
Perencanaan kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan barang milik negara/daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.

Kelemahan dalam Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran ini dapat dilihat dari Kondisi Rencana Umum Pengadaan Barang dan jasa(RUP) yang seharusnya diumumkan setiap awal tahun. Ada auditi yang tidak mengumumkan RUP dan ada auditi yang tidak mengumumkan kembali perubahan RUP apabila realisasi Pengadaan Barang dan Jasa tidak sesuai dengan RUP. Hal ini juga bisa dilihat dari tidak adanya berita acara pengkajian ulang RUP dan tidak terdokumentasinya dengan baik tentang identifikasi kebutuhan dari bidang/bagian yang membutuhkan barang tersebut untuk digunakan dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya auditi.

Penulis memperhatikan TOR RAB auditi dan hanya meminta output 995(Kendaraan bermotor), 996(Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi), 997(Peralatan dan Fasilitas Perkantoran), 998 (Gedung/Bangunan). Penulis memperhatikan tidak adanya perubahan TOR RAB yang dilaksanakan auditi meskipun RKAKLnya telah berubah. Didalam TOR RAB juga tidak dirinci secara detail penerima manfaat (dicantumkan rencana penggunaan BMN yang dibutuhkan).

2. Kelemahan dalam Pengadaan Barang
Pengadaan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.
 
Kelemahan dalam Pengadaan Barang ini telah biasa menjadi temuan auditor pada saat audit kinerja. Mulai dari masalah proses lelang, pemaketan pengadaan barang, masalah legalitas penyedia barang dan penjaminan mutu barang , bahkan cek fisik akan keberadaaan dan kondisi barang. Auditor senantiasa meminta garansi barang. Hal ini bisa juga lebih fokus diperiksa dalam suatu kegiatan tematik, yaitu audit Pengadaan barang dan jasa.

3. Kelemahan dalam Penggunaan Barang
Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam mengelola dan menatausahakan barang milik negara/daerah yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan.

Kelemahan dalam Penggunaan Barang ini yang terpenting untuk disoroti karena beberapa auditi masih banyak melakukan pengadaan barang yang tidak digunakan. Bahkan ada yang mengaku untuk barang cadangan saja. Akhirnya banyak barang yang terbengkalai di dalam gudang kantor dan bahkan ada yang rusak tanpa pernah digunakan. Penulis mengingatkan kembali pentingnya isi Pasal 5 Perpres 54 tahun 2010 jo Perpres 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan jasa adalah Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. efisien;
b. efektif;
c. transparan;
d. terbuka;
e. bersaing;
f. adil/tidak diskriminatif; dan
g. akuntabel.

4. Kelemahan dalam Pemanfaatan Barang
Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.

Kelemahan dalam Pemanfaatan Barang ini dapat dilihat dalam perjanjian sewa menyewa tanah atau laporan PNBP auditi. Hal ini juga masih bisa diperhatikan pada saat audit PNBP. Auditi perlu diingatkan kembali akan asas pengelolaan BMN yang akuntabilitas dan fungsional sehingga barang yang dimanfaatkan tetap terjaga dengan aman dan lebih difokuskan rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal.

5. Kelemahan dalam Pengamanan dan Pemeliharaan Barang
Hal ini dapat dilihat dari Kode BMN yang belum dipasang pada Barang, Daftar Barang Ruang (DBR) yang belum ditempelkan pada tiap ruangan serta kurang tertibnya dalam administrasi keluar masuk barang dalam ruangan dan gudang. Demikian juga pentingnya peran CCTV, Satpam dan Pagar dalam pengamanan Barang. Pemeliharaan Barang juga perlu dperhatikan dari kartu kendali pemeliharaan dan jumlah barang yang dipelihara.

6. Kelemahan dalam Penilaian BMN
Penilaian adalah suatu proses kegiatan penelitian yang selektif didasarkan pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu untuk memperoleh nilai barang milik negara/daerah.

Kelemahan dalam Penilaian BMN ini dapat dilihat dari Nilai BMN didalam SIMAK BMN. Penulis memperhatikan kembali struktur pelaksanaan pengelolaan BMN (PPK, Pejabat Pengadaan, Pejabat Penerima, Panitia Pengadaan, Panitia Penerima) karena honorariumnya akan mempengaruhi penilaian BMN. Hal ini juga dapat dilihat dari Perjalanan Dinas yang dilakukan dalam rangka pengadaan barang serta adanya ATK/Penggandaan Dokumen dalam Laporan Pengadaan Barang ini. Auditor perlu meminta keseragaman pemberian honor sesuai SK Pengelolaan BMN dan peng-input-an nilai BMN didalam aplikasi SIMAK BMN.

7. Kelemahan dalam Penghapusan BMN
Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik negara/daerah dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna barang dan/atau pengelola barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.

Kelemahan dalam Penghapusan BMN ini dapat dilihat dari surat pengusulan penghapusan BMN yang telah diajukan kepada Menteri Keuangan dan surat ketetapan dari Menteri keuangan akan Penghapusan BMN ini. Ada beberapa auditi yang telah menghapuskan barang yang diadakan tahun sebelumnya tapi ada auditi yang sulit sekali menghapuskan barang yang telah berusia lebih dari 10 tahun. Hal ini perlu didorong kembali agar penghapusan BMN ini sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8. Kelemahan dalam Pemindahtanganan BMN
Pemindah tanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/daerah sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah.

Kelemahan dalam Pemindahtanganan BMN ini dapat dilihat dalam risalah lelang BMN, berita acara disertakan sebagai modal pemerintah(BAST) yang lama ditandatangani, serta Berita acara dan proses hibah yang memerlukan waktu yang lama. Hal ini penting diperhatikan dalam rangka reviu laporan keuangan pemerintah pusat.

9. Kelemahan dalam Penatausahaan BMN
Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan barang milik negara/daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kelemahan dalam Penatausahaan BMN dapat dilihat dari Kodefikasi BMN yang kadangkala masih dijadikan 1 nomor urut pendaftaran (NUP), kurangnya dilakukan inventarisasi barang sehingga keberadaan barang berpindah tanpa adanya koordinasi dan mutasi barang.

10. Kelemahan dalam pembinaan, pengawasan dan pengendalian BMN
Mari kita bahas dahulu struktur Pengelolaan BMN sesuai dengan PP 6/2006 jo PP 38 tahun 2008.
· Pengelola Barang = Menteri Keuangan
· Pengguna Barang = Menteri ESDM
· Kuasa Pengguna Barang = Pejabat Eselon I/II atau kepala Satker sesuai pelimpahan kewenangannya
· Kepala Bagian Tata Usaha sebagai pelaksana dan pengendali BMN dalam lingkup satuan kerjanya.
· Didalam PMK tentang SBM disebutkan adanya Pengurus/Penyimpan BMN yang bisa diberikan honor untuk mengurus BMN di lingkungan satuan kerjanya.

Kelemahan dalam pembinaan, pengawasan dan pengendalian BMN dapaat dilihat dari belum adanya SK Pengurus BMN, SOP Pengelolaan BMN seperti SOP Pembukuan BMN, SOP Penggunaan BMN, dll atau belum optimalnya pelaksanaan SOP Pengelolaan BMN tersebut. Meskipun hal ini bagian terakhir dari Pengelolaan BMN tapi hal ini menjadi bagian terpenting dalam Pengelolaan BMN.

C. KESIMPULAN
Sesuai dengan pendapat penulis tersebut, dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini:
1. Audit Kinerja/Operasional dapat dibedakan dengan Audit Pengelolaan BMN
2. Audit Pengelolaan BMN dilaksanakan dengan memeriksa perencanaan kebutuhan dan penganggaran;Pengadaan; penggunaan; pemanfaatan; pengamanan dan pemeliharaan; penilaian; penghapusan; pemindahtanganan; penatausahaan; pembinaan, pengawasan dan pengendalian BMN.
3. Dalam prakteknya, penulis merekomendasikan Audit Pengelolaan BMN dilaksanakan untuk masa 1 tahun anggaran, dengan susunan tim lengkap, masa audit dan jumlah auditor dalam tim audit disesuaikan dengan resiko Audit.
4. Tujuan Audit Pengelolaan BMN ini difokuskan untuk pengamanan aset Negara.

Daftar Pustaka:
PP 6 tahun 2006 jo PP 38 tahun 2008 tentang Pengelolaan BMN
Perpres 54 tahun 2010 jo Perpres 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
PMK 120 tahun 2007 tentang penatausahaan BMN
PMK 96 tahun 2007 tentang tata cara pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, penghapusan, dan pemindahtanganan barang milik Negara
PMK 29 tahun 2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi BMN


Sumber : http://junbelajarhidup.blogspot.co.id

0 comments:

Total Pageviews

Lokasi Pengunjung

Followers

Popular Posts

Contact Form

Name

Email *

Message *