Translate

ADVERTISE


Kerangka Acuan Kerja atau juga disebut Term of Reference (TOR) Pengadaan Barang adalah suatu dokumen yang menginformasikan gambaran latar belakang, tujuan, ruang lingkup dan struktur sebuah proyek pengadaan barang yang telah disusun oleh SKPD/dinas terkait. KAK/Term of Reference (TOR) menjadi salah satu data pendukung dalam pengalokasian anggaran. Rencana kegiatan yang diajukan harus dilampirkan KAK/TOR sebagai salah satu acuan perencana anggaran untuk menguji kelayakan pendanaan bagi kegiatan dimaksud. Untuk memudahkan dalam pembuatan KAK/TOR biasanya ada format tersendiri untuk masing-masing instansi, berikut penulis berikan contoh Format Kerangka Acuan Kerja (KAK) untuk Pekerjaan Pengadaan Barang dan Jasa yang penulis dapatkan dari Lembaga Pengadaan Barang/Jasa (LPSE).

Kerangka Acuan Kerja (KAK) Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Itulah salah satu bentuk format Term of Reference (TOR) pengadaan barang/jasa pemerintah, semoga bermanfaat untuk institusi Anda dan semoga proyek yang akan dikerjakan berjalan dengan lancar nantinya.

FAT
Dibaca: 27234 Tanggapan0
Ini Aturan Terbaru Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum
Presiden teken Perpres pengadaan tanah. Foto: ilustrasi (Sgp)
Pada akhir Desember lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 148 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Sebagaimana dilansir dari laman resmi Sekretariat Kabinet (Setkab), Rabu (13/1), salah satu alasan revisi adalah dalam rangka percepatan dan efektivitas penyelenggaraan tanah bagi pembangunan di Indonesia untuk kepentingan umum. Dalam Perpres ini, sejumlah tahapan dalam pengadaan tanah dipangkas.

Perpres ini menegaskan, gubernur melaksanakan tahapan kegiaitan persiapan pengadaan tanah setelah menerima dokumen perencanaan pengadaan tanah dari instansi yang memerlukan. Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, gubernur membentuk tim persiapan paling lama dua hari, yang dalam aturan lama 10 hari sejak dokumen perencanaan pengadaan tanah diterima secara resmi oleh gubernur.

“Tim persiapan sebagaimana dimaksud melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan kepada masyarakat pada lokasi rencana pembangunan. Pemberitahuan rencana pembangunan sebagaimana dimaksud dilaksanakan dalam waktu paling lama tiga hari kerja (sebelumnya 20 hari kerja) sejak dibentuknya tim persiapan,” demikian bunyi Pasal 11 ayat (1,2) Perpres tersebut.

Di Perpres ini juga disebutkan sejumlah syarat dalam pemberitahuan rencana pembangunan yang ditandatangani ketua tim persiapan. Di pemberitahuan itu perlu memuat informasi maksud dan tujuan rencana pembangunan, letak tanah dan luas tanah yang dibutuhkan, tahapan rencana pengadaan tanah, perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengadaan tanah, perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan dan informasi lainnya yang dianggap perlu.

Surat pemberitahuan rencana pembangunan itu disampaikan kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan melalui lurah/kepala desa dalam waktu paling lama tiga hari kerja (sebelumnya 20 hari kerja) sejak ditandatanganinya surat pemberitahuan. Bukti penyampaian pemberitahuan dibuat dalam bentuk tanda terima dari perangkat kelurahan/desa.

Sedangkan penanganan keberatan oleh gubernur dilakukan paling lama tiga hari kerja (sebelumnya 14 hari kerja) sejak diterimanya keberatan. Untuk penetapan lokasi pembangunan dilakukan oleh gubernur dalam waktu paling lama tujuh hari kerja (sebelumya tidak ada batas waktu) sejak kesepakatan atau sejak ditolaknya keberatan dari pihak yang keberatan.

“Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud telah habis dan penetapan lokasi belum diterbitkan, maka penetapan lokasi dianggap telah disetujui,” demikian bunyi Pasal 41 ayat (2) Perpres tersebut.

Perpres ini juga menegaskan, gubernur dapat mendelegasikan kewenangan pelaksanaan persiapan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum kepada bupati/wali kota berdasarkan pertimbangan efisiensi, efektivitas, kondisi geografis, sumber daya manusia, dan pertimbangan lainnya. Delegasi dilakukan dalam waktu paling lama lima hari kerja (sebelumnya tidak ada batas waktu) sejak diterimanya dokumen perencanaaan pengadaan tanah.

Jika didelegasikan, bupati/walikota tersebut membentuk tim persiapan dalam waktu paling lama lima hari kerja (sebelumnya tidak ada batas waktu) sejak diterimanya pendelegasian. Menurut Perpres ini, pelaksanaan pengadaan tanah diselenggarakan oleh menteri, dan dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.

Ganti Kerugian
Terkait ganti kerugian dalam bentuk uang dalam pengadaan tanah, menurut Perpres ini, dilakukan oleh instansi yang memerlukan tanah berdasarkan validasi dari ketua pelaksana pengadaan tanah atau pejabat yang ditunjuk. Validasi tersebut dilaksanakan dalam waktu paling lama tiga hari kerja (sebelumnya tidak ada batas waktu) sejak berita acara kesepakatan bentuk ganti kerugian.

Dalam Perpres disebutkan, pemberian ganti kerugian dilakukan dalam waktu paling lama tujuh hari kerja (sebelumnya tidak ada batas waktu) sejak penetapan bentuk ganti kerugian oleh pelaksana pengadaan tanah. Perpres ini juga menegaskan, pengadaan tanah bagi pembangunan yang dilaksanakan oleh badan usaha swasta, dilakukan langsung dengan cara jual beli, tukar-menukar, atau cara lain yang disepakati oleh pihak yang berhak dengan badan usaha swasta.

Pertanyaan

PNS Ditinggal Istri Sudah Dua Tahun, Bisakah Menggugat Cerai?

Jika ada seorang PNS laki-laki sejak Oktober 2013 sampai sekarang ditinggalkan istrinya, apakah PNS tersebut bisa dan berhak mengajukan gugatan perceraian terhadap istrinya? 

Jawaban :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Intisari:

Jika memang benar PNS itu ditinggalkan oleh istrinya tanpa alasan yang sah, tanpa izin, atau sebab lain di luar kemampuannya, maka ditinggalnya PNS pria dua tahun berturut-turut oleh istrinya merupakan alasan yang dibenarkan sebagai alasan perceraian. Dengan kata lain, PNS itu berhak untuk mengajukan gugatan cerai. 

Penjelasan lebih lanjut dan contoh kasusnya dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. 






Ulasan:

Perceraian hendaknya menjadi pilihan terakhir bagi pasangan suami istri setelah semua upaya telah ditempuh untuk menjaga keutuhan rumah tangga. Istri Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) yang meninggalkan suaminya sejak Oktober 2013 hingga saat ini jika dihitung telah mencapai kurang lebih dua tahun. Namun, perlu diketahui, seberapa sering komunikasi antara PNS dengan istrinya terjalin? Apakah istri meninggalkan suaminya tanpa izin, tanpa alasan, atau tanpa pemberitahuan sama sekali? Hal ini penting diketahui karena menyangkut alasan-alasan perceraian yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. 

Pada dasarnya setiap suami dan istri mempunyai kewajiban dalam rumah tangga. Suami istri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.[Untuk istri, istri mempunyai kewajiban mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.

Jika PNS dan pasangannya beragama Islam, yang berlaku adalah ketentuan dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”). Kewajiban seorang istri berdasarkan KHI adalah sebagai berikut:

1. Kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum islam.

2. Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.

Jadi, perginya seorang istri meninggalkan suaminya tanpa izin maupun alasan yang jelas merupakan bentuk pelanggaran kewajiban dari seorang istri untuk berbakti lahir dan batin kepada suami dan menyelenggaraan serta mengatur rumah tangga.

Tidak dilakukannya kewajiban suami atau istri, mengakibatkan suami atau istri yang melalaikan kewajibannya tersebut dapat digugat ke Pengadilan.

Selain itu, ada hal-hal lain yang menjadi alasan-alasan perceraian, yang mana alasan ini berlaku juga bagi PNS. Mengenai alasan-alasan perceraian, dapat dilihat dalam UU Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“PP 9/1975”). 


Alasan-alasan perceraian, yaitu:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;

f. Antara suami dan istri terus-menerusterjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Menjawab pertanyaan Anda dengan mengacu pada alasan-alasan perceraian di atas, jika memang benar PNS itu ditinggalkan oleh istrinya tanpa alasan yang sah, tanpa izin, atau sebab lain di luar kemampuannya, maka ditinggalnya PNS pria tersebut selama dua tahun berturut-turut oleh istrinya merupakan alasan yang dibenarkan sebagai alasan perceraian. Dengan kata lain, PNS itu berhak untuk mengajukan gugatan cerai. 

Namun, ada sejumlah aturan yang perlu diketahui bagi PNS yang ingin mengajukan perceraian, salah satunya adalah wajib memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari pimpinannya. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Sanksi PNS yang Tak Melaporkan Perceraian.

Di samping itu, apabila perceraian terjadi atas kehendak PNS pria maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk menghidupi mantan istri dan anak-anaknya, yang mana pembagiannya adalah sebagai berikut: sepertiga untuk PNS Pria yang bersangkutan, sepertiga untuk mantan istrinya dan sepertiga untuk anaknya . Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Pasangan Suami Istri PNS Bercerai, Apakah Istri Tetap Mendapat Bagian Gaji Suaminya?

Akan tetapi, karena dalam kasus Anda, si suami ingin menceraikan karena istri meninggalkan si suami, maka jika diceraikan oleh suaminya, mantan istri itu tidak berhak mendapat atas gaji si suami. Hal demikian juga diatur dalam KHI, bahwa istri tidak mendapatkan nafkah iddah dari mantan suami jika diceraikan karena alasan si istri nusyuz, yakni meninggalkan kewajibannya sebagai istri.

Sebagai contoh kasus dapat kita lihat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 121 K/AG/2011. Putusan tersebut adalah putusan tentang perceraian antara pria yang berstatus PNS dengan istrinya. Alasan perceraian adalah karena tindakan istri yang berturut-turut selama lebih dari 2 (dua) tahun meninggalkan suaminya (PNS). Dalam putusannya, hakim mengabulkan gugatan cerai dari PNS pria dan mengizinkannya untuk menjatuhkan talak kepada istrinya. Akan tetapi, dalam putusan ini, hakim memutuskan pemohon harus memberikan nafkah, salah satunya nafkah iddah, kepada termohon (istri).

Demikian penjelasan dari kami, semoga bermanfaat.



Dasar Hukum:








4. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.






Total Pageviews

Lokasi Pengunjung

Followers

Popular Posts

Contact Form

Name

Email *

Message *